Sepotong kisah yang membuatku selalu berpikir "segampang itu kah.?".
Bercermin atas masa lalu, sekiranya masa putih dan abu-abu. Masa
kejayaan serta kebahagian atas bangku sekolah. Yang tak perlu pusing
untuk memakai warna apa saja jika ingin menimba ilmu. Seiring waktu
bergulir, ada saja para kawan seperjuangan yang melepas masa lajang. Tak
berstatus single atau pun jomblo. Tak
ada kata galau sendiri, tp kata suka duka berdua. Rasa bahagia pun ikut
menyertai perjalanan mereka (barakallah). Namun di antara mereka masih
ada yang melanjutkan perjuangan dan ada pula yang putus lantaran faktor
ekonomi. Karena faktor belia, hal itu pun dianggap biasa. Waktu berlalu,
masih dengan kisah "pernikahan dini", pun didunia perkuliahan masih
saja ku temui. Entah angin apa yang menyusup masuk dalam lamunan,
sehingga sebuah tanya pun tertuai "mengapa kamu masih kuliah ? Kan kamu
sudah nikah bahkan memiliki seorang anak ?" Dengan santai ia menjawab
"karena saya ingin mendapatkan pendidikan yang layak, yang bisa saya
bagikan kepada anak-anak merah putih, bahkan anak saya sendiri". Wah,
dengan takjub pun terpukau dengan jawaban yang begitu "cetar". " lalu,
bagaimana cara anda untuk memenage waktu semisal mengurus kewajiban
dirumah dan kewajiban di kampus". Dengan senyum merekah ia berkata "jika
saya dirumah saya akan fokus pada kewajiban saya sebagai seorang istri
bahkan seorang ibu , dan jika itu menyangkut perkuliahan maka saya pun
harus menjadi mahasiswa yang mengabdi kepada hal tersebut. Pada intinya
bagaimana cara kita menempatkan segala posisi tersebut di waktu yang
tepat. Toh, saya bersyukur memiliki suami yang pengertian, selalu
mendukung, bahkan membantu". Super sekali perkataan ibu satu anak ini.
Lalu ia menambahkan bahkan memberikan sedikit pelajaran hidup untukku
bagaimana mencari seorang pendamping yang baik. "Mencari pasangan hidup
itu tidak semudah mencari sebuah kata yang memiliki diksi yang keliru,
tapi bagaimana kau mencari sebuah makna kata dalam sebuah kalimat, Rumit
namun memberi arti yang luar biasa. Carilah seorang pasangan yang
mengajakmu ke penghulu, bukan yang mengajakmu untuk jalan-jalan melulu
tanpa arah tujuan. Cari pasangan itu yang siap bila menyatakan lalu
bertemu ayahmu, bukan yang menyatakan tapi enggan bahkan takut bertemu
orang tuamu.". Terenyuh mendengar kata-kata beliau, motivasi baru
kataku. Ku anggap sahabatku, tapi, semenjak dulu tak memiliki ibu, dia
kini ku anggap sebagai ibu kampusku. Padanya selalu ku curahkan
kegalauan bahkan kegusaran hatiku akibat cinta semu. Dia slalu berkata "
carilah dia yang mencintaimu, jangan menunggu dia yang kau cintai, tak
akan dia hiraukan ketulusanmu karena hanya berujung luka dan air mata ".
Terdiam hening, lalu ku berkata "sulit, karena ini perasanan tahunan,
bukan harian". Dengan senyum ia menjawab "adikku, kau lebih pantas
mendapatkan seseorang yang mecintaimu hanya sehari, tapi ia siap
menemani dan menoreh warna baru di kehidupanmu. Di banding ia yang kau
tunggu bertahun, namun hanya memberi luka bukan warna di hidupmu. Cinta
itu ibarat bom waktu yang tak terduga, kau akan bahagia dengan orang
lain yang menemuimu sehari namun memberi kesan kebahagiaan selamanya.
dan ia pun akan mendapat seorang pendamping, tapi orang itu tak bisa
sepertimu, sabar dalam menunggu bahkan seadanya." Tertegun, entah apa
yang ingin ku ucapkan. Melihatku dalam lamunan keterdiaman, membelai
hijabku seakan membangunkan ku dari layangan angan. " carilah pasangan
jangan dilihat dari materinya, tapi dari perjuangannya. Jika ia datang
padamu hanya membawa sebongkah pasir, terimalah. Karena ia ingin
menghalalkan hidup mu.berawal dari sebongkah pasir bersamamu, ia ingin
menata menjadi sebuah pondasi hingga akhirnya menjadi sebuah rumah dan
semua proses itu hanya bersamamu. Mengapa seperti itu, agar kalian tahu
arti dari saling menghargai, menjaga pandang bahkan hati. Karena kalian
akan mengerti bahwa kalian bersama dari hidup susah berjuang bersama
melewati masa demi masa hingga akhirnya hidup kalian layak dan
sejahtera"Terdiam dan tersentuh atas setiap untaian tuturan sang
penghibur. lalu dengan senyum bak seorang ibu kepada anaknya "kamu pasti
akan mendapat yang terbaik adikku, tapi bukan sekarang. pencipta yang
mengatur skenarionya. nantikan dengan penuh sabar, ia akan datang padamu
suatu saat nanti". lalu dengan senyum ku menjawab " saya sudah
terbiasa menunggu, bahkan bisa dikatakan itu adalah makanan
sehari-hariku". "aku yakin, beruntunglah pria yang menjadi pendampingmu
kelak, mendapatkan seorang sabar, penyayang bahkan setia sepertimu.
jangan sedih, lupakan ia bukalah hatimu untuk seorang pria yang siap
memberikan hidupmu suatu proses jatuh bangun menuju kebahagiaan hakiki,
ilahi dan duniawi". kata-kata yang membuatku termotivasi bahkan
bersyukur memiliki sahabat bahkan ibu, terima kasih sahabatku. kau
memang motivasi hidup ku ***
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Sang "ibu" Motivator"
Post a Comment