Makassar
malam ini, memberi sedikit ketentraman bagi jiwa-jiwa sang penunggu.
Penunggu harapan mau pun penunggu sang penjaga waktu. Terlalu lama tak
pernah bermain dengan yang namanya alfabetis, membuat raga maupun tangan
amat rindu untuk berklitik maupun mengkritik sang pemain waktu.
Menggelitik sang waktu yang tak pernah menorehkan sedikit warna kebahagiaan
untuk setiap perjalanan detikku. Mengkritik mengapa harus sebuah
pengorbanan yang harus dibalas oleh sebuah rasa sebelah mata. Mengapa
terlalu banyak kucuran air mata yang terbuang sia-sia hanya untuk rasa
kecewa. Mengapa harus sedikit untaian senyum yang ditorehkan untuk rasa
bahagia. Mengapa begitu cepat kebahagian itu hilang berganti sebuah
cerita duka yang tak tahu kapan ada jeda dan penamatannya. Waktu, selalu
saja hadir dalam luapan emosional karya cipta berbentuk kata. Awal
kisah dengan sang waktu berkata melalui malam mei. Selanjutnya untuk
malam ini. Ingin ku bagi kisah sejak awal masuknya bulan ke 5 dalam
kalender masehi hingga pertengahan kini. Awal mei, ku buka dengan
lembaran senyuman oleh sang pujangga yang salah kaprah, dan "mungkin"
awal sebuah kesalahan waktu. Lelaki itu ku beri nama "dimas". Sesuai
dengan nama samaran yang ku berikan, dia sang penguras tenaga hati dan
pelemas pikiran. Lelaki yang kurang "peka" dan enggan untuk "kepo" dalam
setiap tulisan kata-kata. Ini awal dari kesalahan sang waktu "dugaku".
Hari berganti tanggal, meninggalkan jejak sang dimas. Kini, hari
kekelaman ku pun dimulai. Berawal dari sebuah kebersamaan dalam dunia
realita, yang menuntunku untuk meninggalkan jejak sang idealisme seorang
dimas. Mucullah "andre". Kini, waktu pun memberi kesan keindahan pada
jalan gontai hidup ini. Jalan kebahagian menurutku untuk si andre.
Hari-hari pun dilalui seperti apa adanya, karna perhatian yang ku beri
"hanya" kebaikan dari seorang kakak terhadap adiknya. Namun, baginya tak
seperti itu. Ia pun meminta kepada sang waktu untuk memberi sebuah hari
yang istimewa untuk memasuki relung hati seorang perempuan kumal
seperti ku. Tak ku indahkan hal itu. Karna bagiku kebersamaan yang
selama ini kita rasakan tak mampu memberi pengobat hati yang telah lama
menunggu namun pembalasan waktu hanya rasa sendu. Bagiku memberi cinta
itu sangat mudah namun begitu sulit untuk menerima sebuah cinta.
Mengobati rasa yang dipendam selama bertahun-tahun lamanya hanya karena
sebuah kebersamaan yang beberapa hari. Saat ini untuk bergelut dalam
dunia percintaan pun enggan aku jamah. Terlalu egois untuk memenuhi
hasrat hati untuk "tidak" bermain dalam dunia asmara. Rasa iri pun
sering bermunculan ketika sang kawan bermanja ria, mencurahkan semua
unek-unek kegalauan akibat tugas maupun segala hal mengenai masalah
hidup kepada sang pujangganya. Ingin rasanya seperti itu, namun sulit.
Karena untuk meninggalkan jejak sang dimas dalam hati tak bisa. Walau
pun hanya beberapa hari, namun berikutnya akan muncul lagi. Dalam angan
malamku, yang ku ceritakan pada bintang yang memiliki variasi di atas
awan "ingin ku curahkan rasa ku pada dimas, hanya dimas. Enggan pada
lelaki yang memberi kesan kebahagiaan hanya beberapa hari". Waktu
bertahun-tahun tak mampu di ukur dengan beberapa hari. Membuka hati tak
segampang membuka lembaran buku pelajaran, yang tak dibaca dengan
seksama dan mengerti arti makna dari setiap bait kalimatnya. Hatiku
mencintainya ketika kami masih belia, tak tahu apa itu material. Hingga
berjalannya waktu kami pun tumbuh dengan berbekal ilmu mengenai sebuah
hidup realita sepenuhnya butuh material. Dimas yang ku tahu hanya
seorang bocah kini sedang berjuang mencari sebuah sedikit keringat untuk
menghapus dahaga dan lapar. Berjuang dari titik nol hingga menjadi
angka satu. Namun, begitulah sang waktu berpihak padaku. Ia "mungkin"
tak ingin kau bersatu dgn org sepertiku, yang jauh dari kata feminin
seperti yang selama ini kau curahkan padaku. Maaf untuk keterbatasan
ini, tapi inilah jati diriku yang sesungguhnya. Jika pun seperti itu, ku
doakan kau mendapat seseorang yang bisa menemani kehidupan mu di kala
dirimu masih berada di angka nol hingga akhir ***
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Akhir kisah oleh sang waktu"
Post a Comment