Tak Sengaja


Kampus parangtambung, pukul 07.35 tepatnya di Fakultas Bahasa dan Sastra. duduk termenung ditemani para wanita yang asyik membagi kisah, membaca, dan menyanyi. DI bawah pohon beringin yang amat tinggi dengan dedaunan yang menyerah pada kekuasaan angin, diiringi lantunan syair nan melodramatis. Haaa, inilah hidup untuk pagi ini gumamku menghela nafas kekantukan. Melongok kanan kiri bak seekor ayam yang mencari pengisi perut, pandangan tertuju pada seorang pria, berkemeja putih, berparas nobita dan tinggi. Awalnya biasa saja, hanya sekadar melihat tak ada timbul rasa. Lambat laun, entah suatu kebetulan atau entahlah . Sosoknya selalu terpampang jelas tepat di depan lensa berganggang milikku. awal kisah di dua gedung yang berbeda namun memiliki atap yang menyatu dan pula sang penyatu dua insan yang tak tahu arti. berada di gedung sebelah, duduk merenung di pojokan, memainkan beberapa kata yang ingin ku telaah maknanya. Ketika jenuh, indraku pun terpukau pada segerombolan anak-anak kecil yang hendak menunaikan kewajiban sore untuk belajar membaca huruf hijaiyah di sebelah gedung ini. Keisengan pun tumbuh lantaran menanti yang tak pasti datang. Bercanda gurau kala melihat di antara sang bocah-bocah nampak seorang pria yang membelakanginya. Nampaknya ia sang guru ajar baca quran. Ku intip hal yang mereka lakukan dari balik jendela, sosok itu yang enggan membuatku beranjak meninggalkan tingkahnya yang meluapkan kasih sayang seorang ayah pada anaknya. Lama mengintai, lalu terdengar dan membuat langkah kaki harus kembali pada pojokan. Masih dengan rasa penasaran, siapakah dia. Mengapa begitu keayahan tingkahnya, mengajarkan dengan sabar, menyentuh pipi si kecil dengan rasa sayang ketika salah pelafalan huruf. Waktu berlalu, dan membuatku harus melayani para tamu yang hadir. Tak terasa "dia" telah beranjak dan tak ku temui sosoknya. Terlalu lama berfikir akhirnya pun sibuk dengan aktivitas tersendiri. Saat itu, tiba-tiba raga pun ingin berbalik entah ada rasa apa yang memaksa untuk hal itu. Dan apa yang terjadi, sosok dia pun muncul dengan posisi awal membelakangi karna hendak beranjak pergi menaiki roda bermesin. Namun, ketika ia hendak pergi, wajah yang semenit tadi ku awang-awangkan terjawab sudah. Yah, ternyata ia adalah Si Nobita senior yang sedari kemarin ku temui. Entah apa yang ku pikirkan saat itu, mengapa harus dia "lagi". Tak adakah yang lain...? Hidup terlalu membingungkan. Seperti hari kemarin, dia selalu hadir bahkan di tempat yang tak terduga. Hadirku d kampus yang berletak d gunung sari, ketika memasuki gerbang ku jumpai ia hendak meninggalkan gerbang. Mata kami saling berpaspasan, namun saling membuang pandangan itu karena kami tak saling kenal bahkan tak tahu sama lain. Berawal dari ketidak tahuan, tak ada rasa. Kini gedung itu yang menjadi saksi, sebuah kisah cinta antara silvia dan haris. Bersemi di sebuah acara kajian islamik. Silvia dengan dandanan hijab sederhana, mampu menarik hati sang calon imam haris. Masa-masa kuliah, mereka menjalin sebuah hubungan ta'aruf, saling bersilahturahmi namun tak saling menye tuh. Sosok silvia sebelum mengenal haris, tak sekalem setelah berkenalan dengannya. Karna rasa penasaran yang membuat cinta silvia memberikan nilai positif terhadap anggunnya seorang wanita berhijab. Karena sosok haris, yang membuat silvia lebih dekat dan mengenal sang pencipta. Dia menganggap tak selamanya cinta itu hal negatif, tabuh dan kegalauan. Baginya cinta itu positif ketika mampu menempatkan posisi kita dalam mencintai orang yang tepat. Mencari sang pendamping masa depan, bukan hanya pendamping masa kini. Kini mereka bukan lagi seorang mahasiswa, namun awal dari sebuah cinta hakiki yang disatukan dalam satu pertalian cinta dunia akhirat (barakallah). Silvia dengan setia mendampingi sang imam dalam material, memberi dukungan dan memberi sentuhan cinta yang tulus. Begitu pun sang haris yang selalu membimbing sang pelita hatinya kejalan ilahi, menjaganya dari hal-hal yang tak diperintahkan sang pencipta agar kelak menjadi bidadari surga. Hidup dalam balutan kesederhanaan namun kaya akan keimanan.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tak Sengaja"

Post a Comment